Pages

Wednesday, 25 January 2017

CARA JITU BUDGET NIKAH TIDAK SAMPAI 50 JUTA?????

Budget menikah yang minim kerap kali menjadi permasalahan beberapa pasangan yang ingin menyelenggarakan hari besar mereka itu. Banyak pasangan yang pada akhirnya mengandalkan bantuan hutang atau pinjaman bank untuk membiayai rancangan pesta pernikahan yang diinginkan. Terkadang alasannya tidak begitu berbobot: tidak ingin dianggap tidak mampu menyelenggarakan pesta oleh keluarga. Alasan ini terkadang dilatarbelakangi oleh beberapa hal yang salah satunya adalah takut dianggap pernikahan itu terjadi akibat ‘kecelakaan’.

Sejatinya pernikahan itu bagian terpenting terletak pada ucapan sahnya pasangan baru sebagai suami dan istri. Perkara pesta itu sebenarnya hanya tambahan saja bila merasa mampu untuk menggelar. Tidak ada suatu kewajiban yang mengharuskan pasangan baru ini mengadakan pesta megah untuk merayakan kebahagiaan mereka sebagai pasangan suami istri yang baru. Lebih tepatnya tidak ada hukum yang mengharuskan penyelenggaraan pesta yang megah dan mewah untuk merayakan sebuah pernikahan. Apa gunanya berhutang untuk merealisasikan keinginan membuat pesta namun setelah acara berakhir justru akan membebani Anda dengan cicilan pinjaman yang besar dan tenor pembayaran yang lama? Padahal Anda dan pasangan pasti memiliki keinginan lain seperti bulan madu dan berencana memiliki anak.

Untuk menghindari Anda dari permasalahan tambahan setelah pesta pernikahan berakhir, kami sajikan ulasan singkat mengenai beberapa tips untuk mengadakan pesta pernikahan dengan budget di bawah Rp50 juta. Ingat bila ingin pesta ini berjalan dengan baik, maka tenaga Anda dan pasangan harus dipergunakan sebaik mungkin ya.


1 BUATLAH PENGELUARAN

Buatlah beberapa pos pengeluaran untuk mengalokasikan dana Anda secara tepat sasaran. Untuk memberikan kesan mewah, alokasikan persentase dana yang cukup besar untuk bagian dekorasi. Hal ini akan memberikan kesan baik dan megah bagi para tamu undangan yang hadir - tanpa mereka tahu bahwa dekorasi ini tidak memakan biaya. Alokasikan sekitar 30% dari Rp50 juta atau sekitar Rp15 juta dan usahakan biaya dekorasi tidak melebihi dari yang direncanakan. Bila membutuhkan beberapa barang, cari alternatif lain selain membeli. Bila memiliki barang yang bisa mendukung dekorasi dan tidak perlu mengeluarkan uang untuk mendapatkannya, mengapa tidak dimanfaatkan saja?
Selain itu, pengeluaran terbesar kedua juga jatuh kepada keperluan makanan. Makanan merupakan fokus utama dari para tamu undangan yang hadir. Membuat pernikahan yang megah berarti tidak boleh ada kejadian tamu undangan tidak dapat makanan. Alokasikan dana kurang lebih sekitar Rp15 juta untuk catering dan cermati menu supaya kombinasi makanan yang dihidangkan tidak monoton untuk tamu undangan.

2 CARI PAKET GEDUNG YANG SEDERHANA 

Nah keperluan kedua adalah sewa gedung. Anda dan pasangan harus sama-sama rajin mencari dan survei harga di beberapa gedung pernikahan. Kalau mau menghemat pengeluaran, sebaiknya jangan pilih sewa ballroom hotel bintang 5 karena jelas pengeluaran Anda bisa sangat tersedot untuk kebutuhan ini.

Anda bisa mencari gedung yang disewakan khusus untuk pernikahan. Biasanya pihak yang menyewakan gedung tersebut sudah memasang paket persewaan gedung lengkap dengan kebutuhan sound system, AC, dekorasi, hingga riasan pengantin. Dalam memberi kesan mewah untuk gedung sebenarnya difokuskan pada dekorasi ruangan yang bagus sehingga meskipun bukan menyewa ballroom hotel, tamu undangan tidak akan merasa kecewa juga.

Selain itu, untuk akad nikah lebih baik gunakan masjid atau gereja, bisa juga balai pertemuan warga atau balai serbaguna. Hal ini akan membantu Anda untuk mendapatkan sewa gedung dengan harga yang cukup terjangkau, biasanya di bawah Rp5 juta. Apalagi kalau sewa gedung tersebut juga sudah dilengkapi beberapa fasilitas lain seperti yang sudah disebutkan di atas, alokasi biaya Anda bisa digunakan untuk keperluan lain atau dana untuk kejadian tak terduga.

3 MAKANAN DISESUAIAKAN YA

Sudah disebutkan bahwa makanan merupakan fokus utama dari tamu undangan pernikahan. Ini juga menjadi cerminan bahwa Anda dan pasangan juga bisa merajakan tamu dengan hidangan yang menggugah selera. Referensi dari rekan dan keluarga mungkin akan mengarahkan Anda pada beberapa nama catering besar yang sudah terkenal akan kualitas dan rasa makanan yang tidak mengecewakan. Tapi jelas bahwa mereka pun tidak mau dibayar murah. Bila Anda menginginkan catering yang menyediakan makanan enak dengan harga yang relatif lebih miring, Anda dan pasangan harus rajin-rajin mencari dan survei ke beberapa catering, membandingkan rasa dan harga antara catering satu dengan lainnya untuk mendapatkan kesepakatan terbaik yang bisa menekan pengeluaran Anda.

Yang terpenting dalam hal ini adalah perencanaan tamu undangan yang akan hadir. Bila Anda bisa memprediksi tamu undangan yang akan hadir (biasanya dengan rumus jumlah undangan disebar kali dua) maka Anda bisa memesan makanan pada catering dengan jumlah yang tidak terlalu berlebihan dan hal ini jelas akan menghemat pengeluaran Anda dalam kebutuhan makanan.

4 SALING GOTONG ROYONG

Sadar kalau budget minim untuk menyelenggarakan pesta pernikahan? Maka Anda dan pasangan harus siap kerja keras untuk mengerjakan semuanya sendiri. Bila membutuhkan bantuan, hubungi keluarga dan rekan yang siap membantu segala perencanaan Anda dalam mempersiapkan pesta pernikahan.

Bukannya mau memanfaatkan, tapi biasanya rasa kekeluargaan yang erat antar anggota keluarga dan tetangga bisa menimbulkan rasa gotong royong dalam mengerjakan proyek pesta pernikahan Anda. Jangan malu untuk meminta bantuan pada keluarga, tetangga, atau rekan-rekan Anda dalam mengerjakan segala persiapan pernikahan Anda. Toh kalau memang dekat pasti mereka juga tidak akan sungkan untuk mengerahkan tenaga dan waktu dalam membantu Anda menyelenggarakan pesta pernikahan ini.

5 YANG KREATIF MUNGKIN KAWAN

Anda sadar bila perencanaan biaya Anda tidak bisa terlalu tinggi. Maka akali beberapa pengeluaran Anda dengan mengalihkannya pada persewaan atau menggunakan barang yang diwariskan dari keluarga. Bukan berarti pelit, tapi memang menghemat pengeluaran harus diakali dengan berbagai cara salah satunya memperkecil jumlah barang yang harus dibeli (terutama yang sifatnya sekali pakai).

Misalnya baju pengantin. Baju pengantin biasanya tidak digunakan berkali-kali setelah pesta pernikahan berakhir. Daripada mengeluarkan biaya untuk membeli baju pengantin, tidakkah lebih baik bila Anda menggunakan baju pengantin yang diwariskan dari ibu atau sanak saudara Anda?

Selain baju pengantin, Anda juga bisa menghemat pengeluaran misalnya dari riasan pengantin yang tidak perlu menggunakan jasa make up artist tapi salurkan kemampuan dan keahlian baik itu Anda, keluarga, maupun rekan Anda dalam menyulap Anda menjadi raja dan ratu sehari lewat riasan yang mengagumkan. Selain menghemat biaya pernikahan, Anda juga memfasilitasi bakat mereka dalam mendadani orang.

Masih butuh dana untuk membiayai orang yang akan mendokumentasikan pesta Anda? Daripada begitu, fasilitasi rekan-rekan yang hobi fotografi untuk meliput acara Anda mulai dari prosesi awal sebelum akad nikah hingga pesta pernikahan. Bonusnya? Anda mendapat dokumentasi yang baik dengan pengeluaran yang minim bahkan sangat mungkin mencapai nol rupiah.

6 HIBURAN SOLO ORGEN YA HEHEHEHE...

Biasanya, pesta pernikahan membutuhkan hiburan seperti penyanyi dan pengiring musik. Tak jarang beberapa pasangan suami istri baru ini menggunakan jasa penghibur sekaligus pembawa acara dari luar. Daripada mengeluarkan biaya untuk membayar orang dalam membawakan acara Anda dan membangun suasana yang meriah, lebih baik bila Anda menggunakan jasa keluarga atau teman-teman Anda yang terkenal pandai berbicara dan ramah, sehingga akan membangun suasana pesta pernikahan Anda menjadi lebih meriah.
Selain menyalurkan hobi mereka, Anda juga akan menghemat pengeluaran bagian keperluan hiburan. Kalau pun Anda menginginkan iringan musik, Anda bisa menyewa jasa organ tunggal yang bisa memberi iringan musik lengkap dalam satu instrumen. Di samping menghemat space yang bisa digunakan untuk meletakkan barang lain atau lebih memperluas space dan ruang gerak bagi tamu undangan, biayanya pun relatif murah, yaitu sekitar Rp3 juta.

Anggarkan Dengan Baik 

Berbagai macam cara untuk menghemat budget pernikahan bisa ditempuh dalam berbagai macam cara. Poin-poin di atas merupakan beberapa alternatif yang bisa Anda tempuh untuk menghemat pengeluaran. Yang jelas dan yang terpenting Anda harus bisa memprediksi, memproyeksi, dan mengkalkulasi rencana pesta pernikahan secara detail dan teliti. Jangan lupa untuk memasukkan kemungkinan dari kejadian tak terduga.

SISTEM KEUANAGAN YANG BAIK

              Salah satu syarat supaya usaha Anda tetap terus berkembang dan maju adalah dengan mengatur Sistem Keuangan. Mengatur keuangan bisnis sangatlah penting untuk mengetahui keuntungan dan kerugian yang didapat dalam sebuah usaha. Manajemen keuangan bukan hanya sekedar bagaimana memanajemen uang kas tersebut, tetapi adalah bagaimana cara Anda dalam mengelola kekayaan untuk menghasilkan keuntungan dan memanfaatkan sumber modal untuk membiayai usaha. Walaupun sederhana, pengusaha kecil dan juga menengah perlu menerapkan beberapa prinsip dalam manajemen keuangan. Berikut beberapa langkah penting manajemen keuangan untuk bisnis, antara lain :

Memisahkan uang pribadi dan usaha

Kesalahan yang sering dilakukan oleh pengusaha dalam mengelola Sistem Keuangan adalah mencampur uang hasil usaha dengan uang pribadi. Mungkin Anda berpikir tidak masalah bila mencampur uang hasil usaha dengan uang pribadi, karena usaha masih kecil. Tetapi kebanyakan yang terjadi, Anda sulit untuk membedakan pengeluaran pribadi dan usaha. Hal itu menyebabkan keperluan pribadi sedikit demi sedikit menggerogoti saldo dari uang usaha.

Merencanakan penggunaan uang

Ketika memiliki modal yang lebih banyak, Anda harus tetap merencanakan sistem keuangan dengan sebaik mungkin. Jangan dihambur-hamburkan uang walaupun saldo kas Anda berlebihan. Tanpa perencanaan keuangan yang matang, maka Anda akan mengalami keadaan kekurangan dana. Oleh karena itu untuk Sistem Keuangan harus disesuaikan rencana pengeluaran dengan beberapa target penjualan dengan penerimaan kas.

Membuat buku catatan keuangan

Suatu bisnis tidak cukup hanya dikelola berdasarkan ingatan, melainkan harus dengan catatan yang lengkap. Minimal Anda wajib mempunyai buku kas yang mencatat tentang keluar masuknya uang. Kemudian cocokkan saldo uang dengan catatan yang Anda buat. Hal ini bertujuan untuk mengontrol dan memastikan tidak ada uang yang terselip. Selain itu Anda juga harus mencatat saldo-saldo tentang hutang piutang, persediaan dan semua aset yang dimiliki.

Menghitung keuntungan dengan benar

Tugas sebagai seorang pengusaha adalah menghasilkan keuntungan. Dalam menghitung keuntungan dengan tepat adalah sama pentingnya dengan menghasilkan keuntungan itu sendiri. Bagian yang paling penting dalam menghitung keuntungan adalah dalam menghitung biaya-biaya. Sebagian besar biaya dapat diketahui karena menggunakan pembayaran uang tunai. Sebagian yang lain tidak berupa penyusutan dan amortisasi. Serta sebagian lagi belum terjadi, tapi perlu dicadangkan untuk dapat dikeluarkan di masa mendatang, seperti pajak dan bunga pinjaman pada lembaga keuangan.

Memutar arus kas lebih cepat

Para pengusaha tidak hanya berpusat untuk menghasilkan keuntungan. Tetapi manajemen sistem keuangan juga meliputi cara Anda mengelola hutang, piutang dan ketersediaan barang dagangan. Putaran kas Anda akan melambat apabila termin penjualan kredit lebih lama daripada kulakannya. Anda harus berusaha mengusahakan termin penjualan kredit sama dengan pembelian kredit, selain itu juga harus mampu menekan tingkat persediaan dengan sedemikian rupa supaya tetap dapat memenuhi order dan tanpa membebani keuangan.

Mengawasi harta, hutang dan modal

Anda perlu memeriksa persediaan yang ada di dalam gudang dan memastikan semuanya dalam keadaan lengkap dan baik secara berkala. Tetapi sebelum Anda melakukan itu, perlu mempunyai administrasi yang memadai untuk mengontrol semuanya. Hal yang sama juga perlu dilakukan terhadap piutang kepada pembeli dan tagihan dari suplier. Apabila Anda tidak mampu melakukan semuanya sendiri, maka dapat mempekerjakan bagian keuangan dan menetapkan prosedur keuangan untuk memastikan harta kekayaan pada usaha Anda terjaga dengan baik.

Menyisihkan keuntungan untuk pengembangan usaha

Anda sangat berhak untuk menikmati keuntungan dari bisnis yang dimiliki, tetapi hal itu bukan berarti boleh menghabiskan dengan seenaknya. Anda harus tetap menyisihkan sebagian keuntungan untuk pengembangan usaha. Salah satu tugas penting manajemen sistem keuangan adalah untuk menjaga kelangsungan hidup bisnis dengan mendorong dan mengarahkan nilai investasi ke bidang yang lebih menguntungkan.

Semakin berkembang dan luas bidang usaha, maka akan semakin kompleks pengelolaan sistem keuangan usaha tersebut. Ketika suatu usaha melibatkan kreditor dan investor, maka akan semakin tinggi tuntutan untuk mempunyai sistem pencatatan keuangan yang lebih baik. Keberhasilan bisnis tidak hanya ditentukan oleh kemampuan Anda dalam menjual, melainkan juga dalam mengatur keuangan. Semoga beberapa langkah penting dalam manajemen keuangan dapat bermanfaat dan di terapkan untuk membantu bisnis Anda.

Monday, 2 January 2017

selingan

HUKUM DAN BISNIS

Pengertian hukum bisnis

Hukum bisnis merupakan suatu perangkat hukum yang mengatur tatacara dan pelaksanaan suatu urusan atau kegiatan perdagangan, industri, ataupun keuangan yang berhubungan dengan pertukaran barang dan jasa, kegiatan produksi maupun kegiatan menempatkan uang yang dilakukan oleh para entrepeneur dengan usaha dan motif tertentu dimana sudah mempertimbangkan segala resiko yang mungkin terjadi.

Latar belakang munculnya hukum bisnis
Perekonomian yang sehat lahir melalui kegiatan bisnis, perdagangan ataupun usaha yang sehat. Kegiatan ekonomi yang sehat tentu saja mempunyai aturan yang menjamin terjadinya bisnis, perdagangan ataupun usaha yang sehat.

Aturan atau hukum bisnis diperlukan karena :
a. pihak yang terlibat di dalam bisnis membutuhkan sesuatu yang lebih resmi bukan hanya sekedar janji ataupun itikad baik saja.
b. kebutuhan untuk menciptakan upaya hukum yang dapat digunakan sebagaimana mestinya apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban atau melanggar perjanjian yang telah disepakati maka hukum bisnis dapat diperankan sebagaimana mestinya.

Para pelaku bisnis perlu mengetahui, memahami dan mempelajari hukum bisnis karena setiap kegiatan bisnis yang dilakukannya sudah diatur oleh hukum, sehingga kegiatan bisnisnya tidak melanggar hukum dan dapat memperoleh keuntungan maksimum.
Fungsi hukum bisnis
Pada dasarnya hukum dibuat untuk menciptakan kehidupan dalam bermasyarakat yang aman, tertib dan tentram, begitupula dengan hukum bisnis. Adapun fungsi hukum bisnis diantarnya :
a. Menjadi sumber informasi yang bermanfaat bagi pelaku bisnis,
b. Memberikan penjelasan mengenai hak dan kewajibannya di dalam praktik bisnis,
c. Mewujudkan aktivitas bisnis dengan disertai watak dan perilaku pelakunya
sehingga tercipta
kegiatan bisnis yang sehat, dinamis dan berkeadilan karena dijamin oleh kepastian hukum.
Ruang lingkup hukum bisnis
Ruang lingkup hukum bisnis meliputi beberapa hal, diantaranya :
1. Kontrak bisnis
2. Bentuk badan usaha (PT, Firma, CV)
3. Pasar modal dan perusahaan go publik
4. kegiatan jual beli oleh perusahaan
5. Investasi atau penanaman modal
6. Likuidasi dan pailit
7. Merger, akuisisi dan konsolidasi
8 . Pembiayaan dan perkreditan
9. Jaminan hutang
10. Surat-surat berharga
11. Ketenagakerjaan
12. Hak Kekayaan Intelektual Industri
13. Persaingan usaha tidak sehat dan larangan monopoli
14. Perlindungan terhadap konsumen
15. Distribusi dan agen
16. Perpajakan
17. Asuransi
18. Menyelesaikan sengketa bisnis
19. Bisnis Internasional
20. Hukum pengangkutan baik melalui darat, laut, maupun udara
21. Perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi pengguna teknologi dan pemilik teknologi
22. Hukum perindustrian atau industri pengolahan.
23. Hukum Kegiatan perusahan multinasional yang meliputi kegiatan ekspor dan import
24. Hukum Kegiatan Pertambangan
25. Hukum Perbankan dan surat-surat berharga
26. Hukum Real estate, bangunan dan perumahan
27. Hukum perdagangan internasional atau perjanjian internasional
28. Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang
Sumber Hukum Bisnis
Sumber hukum bisnis merupakan dasar dibentuknya hukum bisnis. Sumber hukum bisnis meliputi :
a. asas kotrak perjanjian antara pihak-pihak yang terlibat dimana masing-masing pihak tunduk terhadap aturan yang telah disepakatinya.
b. Asas kebebasan kontrak dimana pelaku bisnis dapat membuat dan menentukan isi perjanjian yang mereka sepakati.
Secara umum sumber hukum bisnis menurut perundangan-undangan, meliputi
a. Hukum Perdata (KUH Perdata)
b. Hukum Publik (pidana Ekonomi/KUH Pidana)
c. Hukum Dagang (KUH Dagang)
d. Peraturan Perundang-undangan di luar KUH Perdata, KUH Pidana, maupun KUH Dagang
Sedangkan sumber hukum bisnis menurut pendapat Munir Fuady, meliputi : Perundang-undangan, perjanjian, traktat, yurisprudensi, kebiasaan dan doktrin ahli hukum.

Thursday, 29 December 2016

E-COMMERCE

Pengertian E-Commerce
 
      Definisi E-Commerce menurut Laudon & Laudon (1998), E-Commerce adalah suatu proses membeli dan menjual produk-produk secara elektronik oleh konsumen dan dari perusahaan ke perusahaan dengan computer sebagai perantara transaksi bisnis.
E-Commerce atau yang biasa disebut juga dengan istilah Ecom atau Emmerce atau EC merupakan pertukaran bisnis yang rutin dengan menggunakan transmisi Electronic Data Interchange (EDI), email, electronic bulletin boards, mesin faksimili, dan Electronic Funds Transfer yang berkenaan dengan transaksi-transaksi belanja di Internet shopping,
Stock online dan surat obligasi, download dan penjualan software, dokumen, grafik, musik, dan lain-lainnya, serta transaksi Business to Business (B2B). (Wahana Komputer Semarang 2002).
Sedangkan definisi E-Commerce menurut David Baum (1999, pp. 36-34) yaitu: E-Commerce is a dynamic set of technologies, applications, and bussines process that link enterprises, consumers, and communities through electronics transactions and the electronic exchange of goods, services, and informations.
Diterjemahkan oleh Onno. W. Purbo: E-Commerce merupakan satu set dinamis teknologi, aplikasi, dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen, dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelavanan, dan informasi yang dilakukan secara elektronik.

Definisi dari E-Commerce menurut Kalakota dan Whinston (1997) dapat ditinjau dalam 3 perspektif berikut:
1. Dari perspektif komunikasi, E-Commerce adalah pengiriman barang, layanan, informasi, atau pembayaran melalui jaringan komputer atau melalui peralatan elektronik lainnya.
2. Dari perspektif proses bisnis, E-Commerce adalah aplikasi dari teknologi yang
menuju otomatisasi dari transaksi bisnis dan aliran kerja.
3. Dari perspektif layanan, E-Commerce merupakan suatu alat yang memenuhi keinginan perusahaan, konsumen, dan manajemen untuk memangkas biaya layanan (service cost) ketika meningkatkan kualitas barang dan meningkatkan kecepatan layanan pengiriman.
4. Dari perspektif online, E-Commerce menyediakan kemampuan untuk membeli dan menjual barang ataupun informasi melalui internet dan sarana online lainnya.

Jenis-jenis E-Commerce
Kegiatan E-Commerce mencakup banyak hal, untuk membedakannya E-Commerce dibedakan menjadi 2 berdasarkan karakteristiknya:
1. Business to Business, karakteristiknya:
• Trading partners yang sudah saling mengetahui dan antara mereka sudah terjalin hubungan yang berlangsung cukup lama.
• Pertukaran data dilakukan secara berulang-ulang dan berkala dengan format data yang telah disepakati bersama.
• Salah satu pelaku tidak harus menunggu rekan mereka lainnya untuk mengirimkan data.
• Model yang umum digunakan adalah peer to peer, di mana processing intelligence dapat didistribusikan di kedua pelaku bisnis.

2. Business to Consumer, karakteristiknya:
• Terbuka untuk umum, di mana informasi disebarkan secra umum pula.
• Servis yang digunakan juga bersifat umum, sehingga dapat digunakan oleh orang banyak.
• Servis yang digunakan berdasarkan permintaan.
• Sering dilakukan sistim pendekatan client-server. (Onno W. Purbo & Aang Arif. W; Mengenal E-Commerce, hal 4-5)

Tujuan Menggunakan E-Commerce dalam Dunia Bisnis
Tujuan suatu perusahaan menggunakan sistim E-Commerce adalah dengan menggunakan E-Commerce maka perusahaan dapat lebih efisien dan efektif dalam meningkatkan keuntungannya.

Mantaat Menggunakan E-Commerce dalam Dunia Bisnis
Manfaat dalam menggunakan E-Commerce dalam suatu perusahaan sebagai sistem transaksi adalah:
a. Dapat meningkatkan market exposure (pangsa pasar).
Transaksi on-line yang membuat semua orang di seluruh dunia dapat memesan dan membeli produk yang dijual hanya dengan melalui media computer dan tidak terbatas jarak dan waktu.
b. Menurunkan biaya operasional (operating cost).
Transaksi E-Commerce adalah transaksi yang sebagian besar operasionalnya diprogram di dalam komputer sehingga biaya-biaya seperti showroom, beban gaji yang berlebihan, dan lain-lain tidak perlu terjadi
c. Melebarkan jangkauan (global reach).
Transaksi on-line yang dapat diakses oleh semua orang di dunia tidak terbatas tempat dan waktu karena semua orang dapat mengaksesnya hanya dengan menggunakan media perantara komputer.
d. Meningkatkan customer loyalty.
Ini disebabkan karena sistem transaksi E-Commerce menyediakan informasi secara lengkap dan informasi tersebut dapat diakses setiap waktu selain itu dalam hal pembelian juga dapat dilakukan setiap waktu bahkan konsumen dapat memilih sendiri produk yang dia inginkan.
e. Meningkatkan supply management.
Transaksi E-Commerce menyebabkan pengefisienan biaya operasional pada perusahaan terutama pada jumlah karyawan dan jumlah stok barang yang tersedia sehingga untuk lebih menyempurnakan pengefisienan biaya tersebut maka sistem supply management yang baik harus ditingkatkan.
f Memperpendek waktu produksi.
Pada suatu perusahaan yang terdiri dari berbagai divisi atau sebuah distributor di mana dalam pemesanan bahan baku atau produk yang akan dijual apabila kehabisan barang dapat memesannya setiap waktu karena on-line serta akan lebih cepat dan teratur karena semuanya secara langsung terprogram dalam komputer.
Pernyataan-pernyataan Onno W. Purbo di atas juga didukung oleh permyataan Laura Mannisto (International Telecommunication Union, Asia and the Future of the World Economic System, 18 March 1999, London), yaitu:
a. Ketersediaan informasi yang lebih banyak dan mudah diakses Ketersediaan informasi produksi dan harga dapat diakses oleh pembeli, penjual, produsen dan distributor.
b. Globalisasi Produksi, distribusi dan layanan konsumen : jarak dan waktu relatif lebih pendek, sehingga perusahaan dapat berhubungan dengan rekan bisnis di lain negara dan melayani konsumen lebih cepat. Produsen dapat memilih tempat untuk memproduksi dan melayani konsumen tidak tergantung dimana konsumen itu berada. Perusahaan yang berada di negara berpendapatan rendah dapat mengakses informasi dan membuat kontak bisnis tanpa harus mengeluarkan biaya tinggi.
c. Mengurangi biaya transaksi dengan adanya system order, pembayaran dan logistik secara online dan otomatis.

Ancaman Menggunakan E-Commerce (Threats)
Threats merupakan kemungkinan-kemungkinan munculnya kejadian yang dapat membahayakan asset-aset yang berharga.
Ada beberapa bentuk ancaman yang mungkin terjadi:
• System Penetration
Orang-orang yang tidak berhak melakukan akses ke system computer dapat dan diperbolehkan melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginannya.
• Authorization Violation
Pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang legal yang dimiliki seseorang yang berhak mengakses sebuah sistim.
• Planting
Memasukan sesuatu ke dalam sebuah system yang dianggap legal tetapi belum tentu legal di masa yang akan datang.
• Communications Monitoring
Seseorang dapat mernantau semua infonnasi rahasia dengan melakukan monitoring komunikasi sederhana di sebuah tempat pada jaringan komunikasi.
• Communications Tampering
Segala hal yang membahayakan kerahasiaan informasi seseorang tanpa melakukan penetrasi, seperti mengubah infonnasi transaksi di tengah jalan atau membuat sistim server palsu yang dapat menipu banyak orang untuk memberikan infonnasi rahasia mereka secara sukarela.
• Denial of service
Menghalangi seseorang dalam mengakses informasi, sumber, dan fasilitas-fasilitas lainnya.
• Repudiation
Penolakan terhadap sebuah aktivitas transaksi atau sebuah komunikasi baik secara sengaja maupun tidak disengaja.

FILSAFAT EKONOMI

Refleksi filosofis ilmu ekonomi mungkin telah berkembang seiring dengan perjalanan sejarah hidup manusia seperti yang diungkapkan oleh Karl Marx bahwa pangkal dari semua kegiatan manusia adalah hubungan produksi1. Akan tetapi menurut Backhouse (2002), pembahasan ini baru mengemuka sejak aktivitas ekonomi menjadi objek kajian tersendiri di abad ke-18, misalnya dalam karya yang dikemukakan oleh Cantillon (1755), David Hume (1752), dan paling berpengaruh adalah karya Adam Smith, Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776). Pada masa- masa awal, ilmu ekonomi dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari moral science, sehingga pembahasan filosofisnya pun ditinjau dari perspektif filsafat moral2. Dalam konteks perkembangan ilmu ekonomi kontemporer, pembahasan aspek filosofis ilmu ekonomi semakin kompleks dengan berkembangnya beragam aliran pemikiran ekonomi3. Bahkan, kalaupun diklasifikasikan menjadi dua kelompok, orthodox dan mainstream, masing-masing kelompok tersebut masih memiliki ragam varian yang cukup banyak4. Adanya keragaman ini telah menjadi tantangan tersendiri bagi para ekonom maupun filosof dalam membahas filsafat ilmu ekonomi.

Filsafat ilmu ekonomi meliputi pembahasan tentang aspek konseptual, metodologi, dan etika yang berkaitan dengan disiplin ilmu ekonomi (Hausman, 2008; Caldwell, 1993). Fokus utamanya adalah aspek metodologi dan epistemologi yang meliputi metode, konsep, dan teori yang dibangun oleh para ekonom untuk sampai pada yang disebut “science” tentang proses ekonomi. Filsafat ekonomi juga berkaitan dengan bagaimana nilai-nilai etika menjadi bagian argumentasi dalam ilmu ekonomi seperti kesejahteraan, keadilan, dan adanya trade-off diantara pilihan-pilihan yang tersedia. Pertanyaan yang selanjutnya mengemuka adalah apakah dimensi filsafat ilmu ekonomi tersebut menghasilkan pengetahuan empiris yang menjadi dasar teoritis ilmu ekonomi sehingga dapat diklaim bahwa filsafat ekonomi adalah bagian integral dari filsafat ilmu pengetahuan. Pembahasan tentang pertanyaan ini telah berlangsung lama dan menimbulkan banyak perdebatan di kalangan ekonom dan filosof hingga saat ini.

Perdebatan tentang apakah filsafat ekonomi mengikuti pola metodologis dan epistemologis seperti halnya dalam filsafat ilmu atau memiliki pola tertentu yang terpisah sudah terjadi sejak abad ke 18, dan menjadi lebih intensif di tahun     1970-an terutama ketika ideologi Kuhnsian, Popperian, dan Lakatonian masuk dalam pembahasan tentang ekonomi (Blaugh, 1992). Banyak yang mencoba menjelaskan perdebatan tersebut dan hasilnya lebih condong kepada pandangan bahwa filsafat ekonomi memiliki klaim yang kuat sebagai bagian dari filsafat ilmu pengetahuan5. Sekalipun demikian, terdapat beberapa pandangan minor yang tetap ‘menyangsikan” kesimpulan tersebut, dan memandang bahwa pembahasan tentang filsafat ekonomi harus dilakukan secara terpisah dari filsafat ilmu pengetahuan, misalnya Hutchison (2000). Dalam makalah ini, penulis mencoba menyajikan perdebatan tersebut dan menguraikan tantangan yang dihadapi filsafat ilmu ekonomi dalam mengokohkan klaim ‘scientific’ ilmu ekonomi dari perspektif filsafat ilmu pengetahuan. Bagian pertama akan menjelaskan tentang permasalahan metodologis dan epistemologis yang dihadapi ilmu ekonomi dalam perspektif ilmu pengetahuan sebagai dasar pembahasan. Bagian kedua adalah tinjauan literatur tentang filsafat ekonomi dan sejumlah perdebatan yang terjadi di kalangan ekonom dan filosof terkait hubungan antara filsafat ekonomi dan filsafat ilmu pengetahuan. Bagian ketiga adalah kesimpulan yang sekaligus juga menyajikan pandangan pribadi penulis tentang keterkaitan filsafat ekonomi dan filsafat ilmu pengetahuan.

Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Perkembangan Ilmu Ekonomi

Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang saling berkaitan baik secara substansial maupun historis. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat ilmu pengetahuan berkaitan dengan pembahasan bagaimana disiplin ilmu tertentu menghasilkan pengetahuan, memberikan penjelasan dan prediksi, serta pemahaman yang melatarbelakangi suatu disiplin ilmu6. Dengan kata lain, filsafat ilmu pengetahuan merupakan telaah secara filsafati yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat sains empirikal, seperti (1) Obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tersebut dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?  Pertanyaan –  pertanyaan ini disebut landasan ontologis, (2) Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu? Apa kriterianya? Cara/ teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? Pertanyaan-pertanyaan ini disebut landasan epistemologis, (3) Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional? pertanyaan-pertanyaan ini adalah landasan aksiologis. Jika didefinisikan, filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang membahas tentang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, pengetahuan, metode-metode ilmiah, serta sikap etis yang harus dikembangkan oleh para ilmuwan, yang berfungsi sebagai sarana pengujian penalaran sains; merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan; serta memberikan landasan logis terhadap metode keilmuan (Judistira, 2006; Salmon et. al., 1992; dan www.wikipedia.org).

Pembahasan tentang ilmu ekonomi dari perspektif filsafat ilmu pengetahuan berkaitan dengan apakah ilmu ekonomi memiliki klaim kuat sebagai sebuah disiplin ilmu tertentu yang memiliki aspek metodologis dan epistemologis yang menghasilkan pengetahuan empiris. Aspek kritis yang menjadi perdebatan tentang hal tersebut adalah terkait dengan struktur dan justifikasi teori dalam ilmu ekonomi. Secara umum, terdapat 6 (enam) permasalahan utama yang terkait dengan aspek metodologis dalam ilmu ekonomi, yaitu (Hausman, 2008):

Pertama, positive versus normative economics. Eksistensi pertimbangan normatif dalam ekonomi menimbulkan pertanyaan metodologis dari perpektif ilmu pengetahuan yang bersifat positivisme. Sebagian besar ekonom mencoba mengatasi persoalan tersebut dengan melakukan pembahasan ilmu ekonomi dalam bentuk positive science untuk menghindari bias metodologis. Akan tetapi, banyak kalangan menilai bahwa pendekatan ini menimbulkan banyak pertanyaan dan cenderung lemah karena selama teori ekonomi berkaitan dengan kepentingan individu dan atau masyarakat, maka pasti mengandung aspek normatif (Mongin, 2006; Haussman and McPherson, 2006; Machlup, 1969; Marwel and Ames, 1981; Frank et al, 1993; Marx, 1867).

Kedua, reasons versus causes. Teori ekonomi mengasumsikan bahwa individu bertindak rasional dan melakukan pilihan-pilihan berdasarkan alasan-alasan tertentu. Alasan-alasan ini menjadi justifikasi mengapa seseorang melakukan pilihan tertentu, dan alasan tersebut harus dimengerti oleh individu yang bersangkutan. Asumsi ini menimbulkan pertanyaan terkait dengan adanya kemungkinan bahwa individu bertindak karena adanya hubungan kausal, yang disebabkan oleh kondisi tertentu sehingga tidak bertindak berdasarkan alasan rasional. Individu yang bertindak rasional didasari oleh asumsi bahwa mereka memiliki informasi yang sempurna terhadap sejumlah fakta yang relevan dengan pilihan-pilihan yang dibuatnya. Akan tetapi, dalam kenyataannya kondisi ini tidak pernah terjadi, dan hal tersebut menjelaskan mengapa ilmu ekonomi tidak parallel atau berbeda dengan ilmu alam (Buchanan and Vanberg, 1989, Von Mises, 1981).

Ketiga, Social Scientific Naturalism. Dari semua ilmu sosial, ilmu ekonomi adalah yang paling mirip dengan ilmu alam. Pandangan untuk membedakan antara ilmu sosial dan ilmu alam umumnya terkait dengan tiga pertanyaan, yaitu (1) apakah ada perbedaan fundamental antara struktur dan konsep dalam hal teori dan penjelasan pada ilmu alam dengan ilmu sosial? (masalah ini terkait dengan reasons versus causes seperti telah diuraikan sebelumnya), (2) Apakah ada perbedaan fundamental dalam tujuan antara ilmu ekonomi dan ilmu alam? Sejumlah kalangan menyatakan bahwa ilmu ekonomi memiliki tujuan untuk memberikan penjelasan mengapa suatu fenomena terjadi sehingga menciptakan adanya pengertian dan respon terhadap fenomena tersebut. Tujuan ini mengakibatkan adanya unsur subjektivitas, yang tidak terjadi dalam ilmu alam, (3) Pentingnya pilihan manusia (atau mungkin free will), menimbulkan pertanyaan apakah fenomena sosial terlalu tidak teratur sehingga sulit digambarkan dalam suatu kerangka hukum dan teori? Dengan karakter manusia yang bersifat free will, mungkin perilaku manusia sulit diprediksi. Akan tetapi, dalam kenyataannya banyak perilaku manusia yang menunjukkan keteraturan, disamping adanya ketidakteraturan. Kondisi ini juga terjadi pada ilmu alam yang memiliki banyak ketidakteraturan dalam hubungan kausal.

Keempat, Abstraction, idealization, and ceteris paribus clasuses in economics. Dalam perspektif ilmu pengetahuan, ilmu ekonomi banyak menimbulkan pertanyaan terkait dengan adanya abstraksi, idealiasasi, dan klaim kebenaran teori yang ceteris paribus. Sejumlah pertanyaan mengemuka, tentang seberapa banyak simplikasi, idealisasi, dan abtraksi dapat dilegitimasi? Bagaimana legitimasi asumsi ceteris paribus dalam ilmu pengetahuan? Sejumlah pertanyaan tersebut telah menjadi perdebatan metodologis yang mempertanyakan “scientific” dari ilmu ekonomi.

Kelima, Causation in economics and econometrics. Generalisasi dalam ilmu ekonomi didasarkan pada hubungan kausal, misalkan tentang hukum permintaan. Hubungan kausal ini juga dapat diidentifikasi dengan ekonometrika. Akan tetapi, terdapat kemungkinan adanya pertentangan analisis hubungan kausal antara yang dihasilkan oleh perubahan ekonomi dan komparatif statik terkait dengan keseimbangan ekonomi, sehingga menimbulkan pertanyaan metodologis tentang hubungan kausal mana yang akan dipilih.

Keenam, Structure and strategy of economics. Perdebatan aspek metodologis terkait dengan aspek ini adalah masuknya filosofi Kuhnsian (Kuhn, 1970) dan Lakatonian (Lakatos, 1970) dalam pembahasan tentang ekonomi.

Permasalahan-permasalan yang terkait dengan aspek metodologis tersebut telah menimbulkan banyak perdebatan tentang klaim “scientific” ilmu ekonomi dalam hal generalisasi. Bolehkah suatu ilmu pengetahuan menghasilkan generalisasi yang salah? Jika klaim tersebut tidak dapat digeneralisasi secara universal, apa dasar logis yang mendasarinya? Bagaimana mengetahui klaim yang dihasilkan dari proses tersebut salah atau bagaimana pengujian yang harus dilakukan sehingga klaim tersebut dapat diterima atau ditolak? Pertanyaan-pertanyaan ini telah menjadi topik intensif yang terus mengemuka hingga saat ini.

Filsafat Ilmu Ekonomi: Upaya Mengatasi Permasalahan Metodologis dan Epistemologis serta Membuktikan Klaim “Scientific” Ilmu Ekonomi

Dalam membuktikan klaimnya sebagai ilmu pengetahuan, sejumlah ekonom telah berupaya mengatasi permasalahan metodologis tersebut untuk menunjukkan “scientific” ilmu ekonomi. Dari era Nassau Senior dan John Stuart Mill di tahun 1830-an hingga era Lionel Robbins di tahun 1930-an, terdapat konsepsi dominan di kalangan para ekonom bahwa premis atau postulat yang di kemudian hari lebih populer disebut dengan asumsi adalah cenderung dipandang sebagai sesuatu kebenaran yang mampu menggambarkan hubungan kausal dalam aktivitas ekonomi. Pendekatan ini kemudian dikenal dengan metode a priori. Perkembangan selanjutnya, pendekatan Mill dinilai memiliki banyak kelemahan terutama terkait dengan prediksi teori ekonomi yang tidak selalu didukung oleh bukti empiris karena sebagaimana yang diungkapkan oleh Mill bahwa secara abstrak suatu teori ekonomi mungkin benar jika faktor pengganggu lainnya diabaikan. Dalam kenyataannya, faktor penganggu tersebut selalu ada dan memberikan pengaruh terhadap hubungan kausal yang terjadi. Akibatnya, konfirmasi terhadap teori ekonomi condong pada bahwa premis tersebut benar dibandingkan dengan memeriksa implikasi prediksi teori tersebut terhadap bukti empiris. Selanjutnya berkembang pendekatan lain, misalnya yang dilakukan ilmuwan Jerman dan Inggris (di abad ke-19) dan ilmuwan Amerika (di awal abad ke-20), yang berargumen bahwa premis-premis ekonomi yang berkembang tidak selalu mencerminkan realitas, sehingga diperlukan banyak studi empiris dan generalisasi hanya dapat dilakukan secara bertahap berdasarkan temuan yang diperoleh. Perdebatan tentang dua kutub ini terus mengemuka dan tidak menemukan titik temu (Hausman, 2008).

Di tahun 1950-an, perkembangan tentang kutub yang mendukung implikasi prediksi lebih mengemuka dibandingkan dengan asumsi atau kutub yang mengusung tradisi Millian. Perkembangan baru ini dipelopori oleh Machlup (1955) dan Friedman (1953) yang menyatakan bahwa asumsi-asumsi yang mendasari model ekonomi tidak harus realistis, yang terpenting adalah kemampuan dari implikasi model tersebut dalam memprediksi kenyataan. Selama lebih dari dua dekade, pandangan Friedman banyak mendominasi tentang pembahasan aspek metodologis dalam ilmu ekonomi.

Perkembangan baru dalam filsafat ekonomi terjadi di tahun 1970-an, ketika filosofi Popperian, Lakatonian, dan Kuhnsian masuk dalam pembahasan tentang ekonomi (Hausman, 2008). Popperian menolak metode induksi dan memperkenalkan metode deduksi. Sekilas, pendekatan Popperian tersebut memberikan ruang tentang legitimasi simplifikasi atau bagaimana teori ekonomi dapat menemukan klaim scientific-nya. Akan tetapi, filosofi Popperian yang mensyaratkan bahwa formulasi teori harus logically falsifiable dan testable, menyebabkan adanya kemungkinan penolakan terhadap sebagian besar bahkan seluruh teori ekonomi karena adanya ceteris paribus dan asumsi-asumsi yang sering kurang realistis yang mendasari teori ekonomi (Marchi, 1988; Caldwell, 1991; Boland, 1992). Kelemahan ini selanjutnya diatasi oleh Imre Lakatos (1970) yang kemudian dikenal dengan Lakatonian, yang memperkenalkan konsep theoretically progressive. Lakatos menekankan pada appraising historical series of theories yang berbeda dengan Popperian yang bersifat appraising theories. Akibatnya, pandangan Lakatos lebih banyak diterima pada pembahasan aspek metodologis dalam ilmu ekonomi dibandingkan dengan Popperian. Sekalipun demikian, pandangan Lakatos ini belum dapat menyajikan penjelasan yang memuaskan tentang aspek metodologis dan empirikal untuk menyatakan klaim tentang “scientific” ilmu ekonomi sekuat klaim “scientific” dalam ilmu alam.

Sulitnya persoalan simplikasi dalam ilmu ekonomi memunculkan sejumlah pandangan radikal diantaranya adalah bahwa ilmu ekonomi memang tidak dapat melewati persoalan metodologis tersebut. Pelopor pandangan ini adalah Alexander Rosenberg (1992) yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi hanya dapat menghasilkan prediksi umum yang tidak tepat, dan tidak dapat menghasilkan perubahan. Lebih lanjut, menurut Rosenberg teori ekonomi hanya bernilai sebagai matematika terapan bukan sebagai teori empiris. Pandangan ini relatif memiliki dasar argumentatif mengingat ilmu ekonomi tidak dapat mencapai kemajuan sebagaimana yang dilakukan oleh ilmu alam. Akan tetapi, banyak kalangan menilai bahwa klaim ilmu ekonomi tidak menghasilkan kemajuan dan prediksi kuantitatif cenderung lemah. Salah satu bukti dari hal tersebut adalah kemampuan para ekonom kontemporer yang dapat memprediksi harga saham lebih baik dibandingkan dengan para ekonom di masa lalu. Pandangan radikal lainnya yang berlawanan dengan Rosenberg adalah Deidre McCloskey’s (1994) yang menyatakan bahwa ilmu ekonomi tidak harus memenuhi sejumlah standar metodologis tertentu. Menurut McCloskey’s, satu-satunya kriteria yang relevan untuk menilai praktik dan produk yang dihasilkan oleh ilmu ekonomi adalah apa yang diterima oleh praktisi. Dengan kata lain, ilmu ekonomi dapat mengabaikan standar metodologis yang dikemukakan oleh para filosof. Pandangan ini dikenal dengan istilah ekonomi retoris. Banyak karya berharga dan berpengaruh yang dihasilkan oleh McCloskey’s dengan pandangan ekonomi retoris ini. Akan tetapi masalah yang dihadapi adalah kesulitan untuk mempertahankan argumentasi-argumentasi dalam studi tersebut karena tidak memiliki standar epistemologis.

Varian lain tentang pembahasan aspek metodologis dalam ilmu ekonomi adalah realisme. Terdapat dua bentuk pandangan realisme yang berkembang yaitu (1) Pandangan realism yang dikemukakan oleh Uskali Maki (2007), yang mengeksplorasi beragam realisme implisit dalam pernyataan metodologis dan bangunan teoritis yang dikemukakan oleh para ekonom, (2) Pandangan realisme yang dikemukakan oleh Tony Lawson (1997) dan Roy Bhaskar (1978) yang menyatakan bahwa seseorang yang menelusuri kekurangan yang terdapat dalam ilmu ekonomi tidak cukup hanya dengan ontologi. Menurut Lawson, fenomena ekonomi yang sebenarnya banyak dipengaruhi oleh faktor yang berbeda, dan seseorang dapat mencapai pengetahuan ilmiah hanya berdasarkan mekanisme dan kecenderungan yang berkaitan dengan variabel yang diobservasinya.

Sepanjang sejarahnya, ilmu ekonomi telah menjadi subyek kritik dari aspek sosiologis dan metodologis. Kritik sosiologis misalnya dikemukakan oleh Karl Marx yang mengkritik ekonomi klasik. Menurut Marx, ekonomi klasik memiliki sejumlah bias ideologis dalam teori dan kebijakan ekonomi-nya sehingga akan selalu memunculkan kritik yang takkan pernah berakhir. Pengaruh ilmu sosiologi dan ilmu sosial lainnya yang dihadapkan pada kesulitan metodologis dalam ilmu ekonomi telah memunculkan pandangan untuk merasionalisasi perilaku ekonomi berdasarkan refleksi metodologis dari perpektif sosiologis. Pelopor pandangan ini antara lain D. Wade Hands (2001), Hands and Mirowski (1998), Philip Mirowski (2002), dan E. Roy Weintraub (1991). Sekalipun demikian, seberapa baik pandangan ini masih banyak menimbulkan perdebatan.

Perkembangan lainnya terkait aspek metodologis dalam ilmu ekonomi adalah penerapan pendekatan strukturalis teori ilmiah dalam ilmu ekonomi, yang antara lain dikemukakan oleh Sneed (1971), Stegmüller et al (1981), dan Balzer and Hamminga (1989). Pendekatan ini mengemukakan sejumlah pandangan terkait adanya keragaman dan perbedaan pendapat dalam menafsirkan dan menilai teori ekonomi. Selama tidak ada konsensus terkait aspek metodologis dalam ilmu ekonomi, maka ketika praktisi ekonomi tidak setuju patut dipertanyakan apakah mereka yang memiliki memahami filosofi tetapi kurang memiliki pengetahuan ekonomi dapat menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karenanya, menurut pandangan ini mereka yang merefleksikan metodologi ekonomi harus lebih banyak memainkan peran dibandingkan dengan pihak lainnya.

Masalah metodologis lainnya dalam ilmu ekonomi adalah penggunaan pendekatan eksperimental dan non-eksperimental. Kombinasi pendekatan tersebut dinilai dapat menjembatani dikotomi antara teori ekonomi dan bukti empiris. Akan tetapi, sejumlah kalangan masih menyangsikan apakah pendekatan eksperimental dapat digeneralisasi dalam konteks non-eksperimental, termasuk kemungkinan apakah pendekatan eksperimental dapat dilakukan (Guala, 2005; Kagel and Roth, 2008).

Normative Economics

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, sejumlah kalangan berpendapat bahwa sulit memisahkan pembahasan ilmu ekonomi dengan membedakan aspek positivisme dan aspek normatif karena selama teori ekonomi berkaitan dengan kepentingan individu dan atau masyarakat, maka pasti mengandung aspek normatif. Kondisi ini membawa konsekuensi pada perlunya pemahaman tentang pembahasan ekonomi normatif yang berkaitan dengan bagaimana nilai-nilai etika dan moral menjadi bagian argumentasi dalam membangun ilmu ekonomi seperti kesejahteraan, keadilan, dan adanya trade-off diantara pilihan-pilihan yang tersedia.

Pertanyaan sentral dalam filsafat moral adalah menentukan secara intrinsik hal-hal apa yang baik bagi manusia. Pembahasan topik ini mendapatkan tempat yang utama mengingat pandangan moral menempatkan kesejahteraan manusia sebagai sesuatu yang penting. Konsepsi ini juga berlaku pada pandangan utilitarian maupun non utilitarian yang memiliki tujuan memaksimumkan kepuasan individu. Dalam konteks ini, ekonomi positif dapat dipertemukan dengan ekonomi normatif dengan menyamakan kesejahteraan dalam ekonomi normatif dengan kepuasan preferensi dalam ekonomi positif. Akan tetapi, terdapat sejumlah kalangan yang keberatan tentang kesamaan kesejahteraan dengan kepuasan preferensi. Menurut pandangan ini, kepuasan preferensi dapat didasari oleh suatu keyakinan yang keliru dari pengalaman masa lalu atau distorsi psikologis sehingga sulit melakukan perbandingan kesejahteraan antar individu. Selain itu, menyamakan kesejahteraan dengan kepuasan preferensi berarti menempatkan kesejahteraan individu tertentu berdasarkan preferensi individu lain, sementara kesejahteraan cenderung pada suatu konsensus kolektif tertentu yang disepakati. Diantara ekonom yang mendukung kesamaan antara kesejahteraan dengan kepuasan preferensi adalah Amartya Sen (1992). Sekalipun demikian, sebagian besar ekonom berargumen bahwa kepuasan preferensi bukan proksi empiris yang baik untuk menggambarkan kesejahteraan, walaupun mereka beranggapan bahwa kesejahteraan dapat mencerminkan kepuasan preferensi.

Konsepsi lainnya dalam ekonomi normatif adalah efisiensi. Konsepsi ini memiliki pembahasan yang cukup luas dalam ekonomi dalam hubungannya dengan kesejahteraan. Dua teorema tentang ekonomi kesejahteraan, yaitu first fundamental theorem of welfare economics menyatakan bahwa ekuilibrium yang kompetitif dapat mencapai pareto optimum (alokasi sumber daya yang efisien) dalam pasar yang sempurna. Teorema ini merepresentasikan konsepsi Adam Smith tentang invisible hand. Dalam kenyataannya, pasar yang sempurna tidak pernah terjadi atau terjadi kegagalan pasar (market failure), sehingga lahirlah second fundamental theorem of welfare economics yang menyatakan bahwa dalam konteks terjadi kegagalan pasar, ekuilibrium yang kompetitif dan memiliki properti pareto yang optimal dapat dicapai melalui lumpsum transfer. Eksistensi dua teorema telah menjadi bahan perdebatan dalam menentukan apakah akan menerapkan mekanisme pasar secara total (laissez-faire) atau kalaupun adan intervensi pemerintah, seberapa besar intervensi tersebut. Pembahasan lainnya terkait dengan efisiensi adalah analisis biaya dan manfaat yang sering digunakan sebagai instrument praktis dalam analisis kebijakan (Adler and Posner, 2006).

Sekalipun ekonomi kesejahteraan dan efisiensi mendominasi ekonomi normatif, para ekonom tidak hanya memfokukan pada pembahasan tersebut. Melalui kolaborasi dengan para filosof, ekonom normatif telah menghasilkan sejumlah kontribusi penting dalam karya kontemporer di bidang etika dan filsafat normatif dalam ilmu sosial dan politik. Diantaranya adalah teori pilihan sosial dan teori permainan. Selain itu, ekonom dan filosof juga berhasil menyajikan karakteristik formal tentang kebebasan yang menunjang analisis ekonomi. Sebagian lainnya juga berhasil mengembangkan karakterisasi formal tentang kesetaraan sumber daya, kesempatan, dan outcome serta telah menganalisis kondisi yang memungkinkan memisahkan tanggung jawab individu dan sosial terhadap kesenjangan. Beberapa ekonom lainnya yang juga banyak memberikan kontribusi penting adalah Roemer, Amartya Sen, dan Nussbaum (Hausman, 2008). Singkatnya, ada interaksi yang intensif antara ekonomi normatif dan filsafat moral.

Kesimpulan  

Filsafat ilmu ekonomi berkaitan dengan pembahasan yang menjelaskan landasan yang mendasari konsepsi, metodologi, serta etika dalam disiplin ilmu ekonomi. Oleh karenanya, filsafat ekonomi merupakan bagian tak terpisahkan dari filsafat ilmu pengetahuan yang membahas bagaimana disiplin ilmu tertentu menghasilkan pengetahuan, memberikan penjelasan dan prediksi, serta pemahaman yang melatarbelakangi suatu disiplin ilmu. Sekalipun demikian, terdapat beragam perdebatan yang sangat intensif dan terus berkembang dalam upaya mengokohkan filsafat ilmu ekonomi dari perspektif filsafat ilmu pengetahuan khususnya terkait dengan aspek metodologis, rasionalitas, etika dan aspek normatif yang terdapat dalam ilmu ekonomi. Telaah yang lebih mendalam dalam aspek-aspek ini sangat diperlukan dalam mengokohkan  klaim “scientific” ilmu ekonomi di masa mendatang.

Notes:

1 Menurut Marx, sistem masyarakat yang ada pada masa kapan pun sebenarnya merupakan akibat dari kondisi ekonomi (hubungan produksi). Perubahan-perubahan yang terjadi dapat dikembalikan pada satu sebab, yaitu perjuangan kelas (class struggle) dalam rangka memperbaiki kondisi ekonomi tersebut. Aristoteles juga telah membahas sejumlah masalah yang terkait ekonomi, tetapi dalam ruang lingkup kecil yang lebih kecil yaitu rumah tangga sehingga pada zaman itu ekonomi dimaknai sebagai persoalan mengelola rumah tangga.

2 Alvey (1999), menunjukkan bahwa hingga permulaan abad ke-20 ilmu ekonomi masih dipandang dalam perspektif moral science, dan menyatakan bahwa perkembangan ilmu ekonomi kontemporer yang teralienasi dari aspek moral telah melupakan akar sejarah disiplin ilmu ini.

3.Umumnya, para ekonom mengklasifikasi pemikiran ekonomi dalam tiga kelompok, yaitu neoklasik ortodoks, institusionalis, dan radikal. Duhs (2006) menyebutkan bahwa pembagian ini misalnya dilakukan oleh Ward (1979); Cole, Cameron and Edwards (1983).

4 Sejumlah varian mainstream economics misalnya keynesian economics, monetarists, new classical economics, rational expectations theory, real business cycle, dll. Keragaman mainstream economics disebabkan oleh perbedaan pandangan terhadap pertumbuhan, moneter, ketenagakerjaan, pertanian, sumber daya alam, perdagangan internasional, dll. Sedangkan varian orthodox economics misalnya agency theory, Chicago School, public choice, Austrian Economics,institutionalist economics Marxian Economics, socio-economists, behavioral economists, post-keynesians, neo-ricardians, neuroeconomics. Untuk pembahasan detail, lihat Davis, Hands, and Maki (1998).   

5Sejumlah ekonom dan filosof yang memiliki kontribusi penting dalam mengkonstruksi filsafat ekonomi sebagai bagian dari filsafat ilmu pengetahuan antara lain (Buchanan, 1985), (Hausman, 2008), (Hausman & McPherson, 1996), (Little, 1995), (Sen, 1987), dan (Rosenberg, 1992).

6Terdapat beragama metode untuk memverifikasi validitas reasoning yang mendasari suatu ilmu, antara lain empirical verification, induction, test of an isolated theory impossible, coherentism, ockham’s razor, dll.



Referensi

Alvey, James E. 1999. A Short History of Economics as a Moral Science,” Journal of Markets and Morality, Vol. 2, No. 1, 1999 pp. 53-73.

Backhouse, Roger. 2002. The Ordinary Business of Life. Princeton University Press.

Blaug, Mark. 1992. The Methodology of Economics or How Economists Explain, 2nd Edition. New York: Cambridge University Press.

Buchanan, Allen E. 1985. Ethics, Efficiency, and the Market, Rowman & Allanheld Texts in Philosophy. Totowa, New Jersey.

Caldwell, B., ed. 1993. The Philosophy and Methodology of Economics. Cheltenham: Edward Elgar.

Davis, John, D. Wade Hands, and Uskali Mäki, eds. 1998. The Handbook of Economic Methodology. Cheltenham: Edward Elgar.

Duchs, LA. 2006. Is Economic Philosophy a Subject Worth Teaching? Australasian Journal of Economics Education Vol. 3. Numbers 1 & 2, 2006

Friedman, M. 1953. “The Methodology of Positive Economics,” pp. 3-43 of Essays in positive economics. Chicago: University of Chicago Press.

Hausman, D., 2008. The Philosophy of Economics. 3rd edition. Cambridge University Press. New York

Hausman, D. and Michael S. McPerson. Economic Analysis and Moral Philosophy, Cambridge Surveys of Economic Literature. Cambridge University Press. New York

Hutchison, T. 2000. On the Methodology of Economics and the Formalist Revolution. Cheltenham: Edward Elgar

Judistira, Garna K..2006. Filsafat Ilmu. Judistira Garna Foundation dan Primaco Akademika. Bandung

Little, Daniel, 1995. On the Reliability of Economic Models: Essays in the Philosophy of Economics. Kluwer Academic Publisher. Boston.

Machlup, F. 1955. “The Problem of Verification in Economics”, Southern Economic Journal 22: 1-21

Marx, K. 1867. Capital, vol. 1, tr. S. Moore and E. Aveling. New York: International Publishers, 1967.

Mäki, U. 2007. Realism and Economic Methodology. London: Routledge.

McCloskey, D. 1994. Truth and Persuasion in Economics. Cambridge University Press. Cambridge.

Rosenberg, A. 1992. Economics—Mathematical Politics or Science of Diminishing Returns. University of Chicago Press. Chicago

Salmon, Merrilee; John Earman, Clark Glymour, James G. Lenno, Peter Machamer, J.E. McGuire, John D. Norton, Wesley C. Salmon, Kenneth F. Schaffner. 1992. Introduction to the Philosophy of Science. Prentice-Hall. USA

Sen, Amartya. 1987. On Ethics and Economics. Basil Blackwell. New York

Sen, A. 1992. Inequality reexamined. Harvard University Press. USA

http://www.wikipedia.org

Friday, 16 December 2016

MONETER KEUANGAN SAAT INI

DANA MONETER INTERNASIONAL (IMF) mengapresiasi kebijakan ekonomi yang ditempuh otoritas di Indonesia. Menurut IMF, prospek ekonomi Indonesia tetap solid. Otoritas di Indonesia dinilai telah menempuh langkah-langkah signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini untuk memperkuat kerangka kebijakan, antara lain mencakup kebijakan moneter serta fiskal yang berhati-hati, seperti terlihat dalam reformasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada 2015, telah mampu berkontribusi kepada stabilitas makroekonomi sekaligus mendukung pertumbuhan.

Hal tersebut juga telah membawa Indonesia melewati berbagai tantangan sepanjang 2015. Demikian penilaian Luis E. Breuer, yang memimpin kunjungan Tim IMF ke Jakarta dari tanggal 3 hingga 17 Desember 2015 lalu. Kunjungan Tim IMF ke Jakarta dilakukan dalam rangka berdiskusi mengenai perkembangan ekonomi terkini Indonesia serta prospek jangka pendek-menengah.

Diskusi dilakukan dengan perwakilan dari Pemerintah, Bank Indonesia (BI), lembaga publik lainnya serta sektor swasta. IMF menyebutkan bahwa prospek ekonomi Indonesia jangka menengah masih akan positif, didukung oleh agenda kebijakan yang mendukung pertumbuhan yang melibatkan rakyat banyak (inklusif), namun tetap menekankan stabilitas.

Kebijakan moneter yang ditempuh BI juga dianggap telah tepat dan telah mendukung penyesuaian ekonomi terhadap tekanan eksternal. Pengambil kebijakan juga telah memberi respons yang tepat saat terjadi gejolak di pasar keuangan, dengan fleksibilitas nilai tukar dan imbal hasil obligasi Pemerintah, serta usaha pendalaman pasar keuangan.

Di sisi fiskal, IMF memandang Pemerintah Indonesia telah menerapkan strategi yang tepat sasaran, dengan peningkatan belanja infrastruktur dan program sosial yang menyasar pada target yang tepat. Otoritas terkait telah berhasil melakukan pengurangan subsidi BBM dan bantuan tunai bersyarat dan investasi publik.

Selain itu, berbagai usaha penguatan kerangka fiskal yang tengah dilakukan, seperti rencana penyesuaian anggaran 2016 berdasarkan penerimaan 2015, juga mendapat apresiasi. IMF juga menyatakan bahwa kebijakan fiskal perlu disusun dalam rencana jangka menengah, sebagai rujukan bagi program-program Pemerintah.

Selanjutnya, indikator-indikator sektor keuangan menunjukan bahwa sektor perbankan Indonesia masih solid. Hal ini antara lain terlihat dari tingkat permodalan dan profitabilitas yang baik, meski tingkat Non Performing Loan (NPL) sedikit meningkat. Beberapa langkah telah dilakukan untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan, antara lain melalui peningkatan teknik pengamatan (surveillance) sektor keuangan, serta pengenalan kebijakan lindung nilai (hedging) untuk mengatur risiko nilai tukar utang korporasi.

Dalam hal ini, pengesahan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) menjadi sangat penting untuk memperkuat kerangka kelembagaan dalam mendukung stabilitas sistem keuangan.

Paket-paket kebijakan Pemerintah yang dikeluarkan sejak Agustus 2015 juga dianggap mampu memberi sinyal mengenai strategi baru untuk memperbaiki iklim bisnis dan mengurangi biaya dalam berusaha (cost of doing business). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing guna mendukung pertumbuhan ekonomi.

Komitmen yang kuat juga ditunjukkan oleh seluruh lembaga/otoritas untuk melanjutkan reformasi struktural, termasuk meninjau kembali investasi yang dilakukan di dalam dan luar negeri serta keuntungan yang diperoleh dari perdagangan regional. Praktik ketenagakerjaan yang kini lebih fleksibel telah mampu menciptakan lapangan kerja dan menarik investasi swasta baru.

Arah kebijakan 2016: cenderung akomodatif

Jika menilik dasar pertimbangan pengambilan keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17 Desember 2015 lalu yang memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%, tampaknya mulai terlihat signal arah kebijakan BI yang lebih akomodatif di waktu-waktu mendatang.

Diyakini, cepat atau lambat, kebijakan moneter BI akan lebih longgar, karena beberapa “persyaratan” hampir terpenuhi. Sebagai catatan, pada RDG BI terakhir di 2015 itu (17/122015), BI memandang ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter semakin terbuka dengan terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya inflasi akhir 2015 yang akan berada di bawah 3% dan defisit transaksi berjalan (DTB) akan berada di kisaran 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Bank sentral juga mencermati perkembangan pasarkeuangan global pascakenaikan suku bunga Bank Sentral AS (Fed Fund Rate/FFR) dan kondisi ekonomi domestik dalam jangka pendek ke depan. Di sini BI harus terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan reformasi struktural, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dengan stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan yang tetap terjaga.

Maklum, tantangan yang dihadapi ekonomi Indonesia selama 2015 tidak terlepas dari dinamika perkembangan ekonomi dan keuangan global, yaitu pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, harga komoditas yang menurun, dan pasar keuangan yang masih bergejolak.

Pertumbuhan ekonomi dunia melambat dipengaruhi oleh pemulihan ekonomi negara maju yang belum solid dan pertumbuhan ekonomi negara berkembang yang cenderung menurun. Ekonomi AS tumbuh moderat ditopang oleh konsumsi dan membaiknya sektor perumahan, sementara ekspansi manufaktur dan ekspor masihtertahan.

Pemulihan ekonomi Eropa terutama didorong oleh perbaikan permintaan domestik, meskipun belum mampu meningkatkan inflasi yang masih rendah. Sementara itu, perekonomian Tiongkok terus melemah  sejalan dengan rebalancing ekonominya dari  investment driven menjadi consumption driven.

BI harus jeli melihat ke depan, karena di tengah prospek pemulihan ekonomi global yang membaik, sejumlah risiko eksternal masih perlu diwaspadai, khususnya perlambatan ekonomi Tiongkok dan kondisi pasar keuangan global pascakenaikan FFR secara berkelanjutan atau bertahap hingga 2017/2018 nanti.

Sejauh ini perkembangan makroekonomi Indonesia sudah berjalan pada jalurnya. Sejalan dengan perlambatan ekonomi global,  pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat di 2015. Pertumbuhan ekonomi  diperkirakan mencapai 4,8% (yoy), lebih rendah dari 5,0% (yoy) pada tahun 2014.  Penurunan ini dipengaruhi oleh  ekspor yang menurun seiring lemahnya permintaan global dan penurunan harga komoditas. Hal ini terkonfirmasi dari sisi regional yang menunjukkan perlambatan ekonomi terutama dialami daerah yang berbasis sumber daya alam.

Maka, seiring dengan ekspor yang masih lemah, pertumbuhan investasi relatif terbatas.  Investasi bangunan tumbuh meningkat ditopang realisasi proyek-proyek infrastruktur pemerintah, sementara investasi nonbangunan masih terbatas. Namun, pertumbuhan ekonomi masih dapat ditopang oleh konsumsi yang masih cukup kuat, baik rumah tangga maupun pemerintah.

Pada 2016 nanti, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan meningkat  pada kisaran 5,2%-5,6%. Pertumbuhan ini didorong oleh stimulus fiskal terutama untuk pembangunan proyek infrastruktur dan konsumsi yang diperkirakan masih tetap kuat.  Sementara itu, investasi diharapkan meningkat seiring  dengan  implementasi paket kebijakan pemerintah yang  mendorong investasi dan stabilitas makroekonomi yang semakin baik.

Di tengah dinamika ekonomi global, upaya  pemerintah meningkatkan daya beli masyarakat dan efektivitas stimulus fiskal memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di 2016. Kinerja transaksi berjalan 2015 diperkirakan membaik dibandingkan tahun sebelumnya dan berada pada kisaran 2% dari PDB.

Penurunan DTB terutama ditopang oleh perbaikan neraca perdagangan nonmigas  dan migas akibat penurunan impor yang signifikan. Hal ini sejalan dengan permintaan domestik yang masih lemah dan ekspor yang terkontraksi akibat harga komoditas yang menurun serta permintaan global yang masih lemah.

Di sisi lain, kinerja transaksi modal dan finansial masih mencatat surplus di tengah meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global dan melambatnya perekonomian domestik. Namun, surplus tersebut diperkirakan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sehingga tidak sepenuhnya dapat menutup defisit transaksi berjalan.

Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir November 2015 lalu tercatat sebesar 100,2 miliar dolar AS atau setara dengan 7,1 bulan impor atau 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Angka tersebut berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Sepanjang 2015 ini tekanan nilai tukar meningkat dipicu oleh ketidakpastian kenaikan FFR dan depresiasi Yuan. Hingga November 2015, rupiah secara rata-rata melemah 11,05% ke level Rp13.351/USD. Pelemahan ini dipengaruhi sejumlah faktor eksternal, antara lain,  ketidakpastian timing dan besaran kenaikan FFR, kekhawatiran negosiasi fiskal Yunani, serta Yuan yang terus terdepresiasi di tengah perekonomian Tiongkok yang lemah.

Sementara itu, dari sisi domestik, tekanan terhadap rupiah terkait dengan meningkatnya permintaan valas untuk pembayaran utang luar negeri (ULN) dan deviden secara musiman, serta kekhawatiran terhadap melambatnya ekonomi domestik.

Namun, pada Oktober dan November 2015 lalu pergerakan rupiah cenderung menguat dan lebih stabil, seiring dengan sentimen positif terhadap emerging markets (EM) akibat hasil Federal Open Market Committee (FOMC) yang sempat dovish (melonggar) dan membaiknya optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia sejalan dengan rangkaian paket kebijakan pemerintah dan paket stabilisasi nilai tukar yang dikeluarkan oleh BI.

Untuk itu ke depannya BI harus terus menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya, sehingga dapat mendukung stabilitas makoekonomi dan penyesuaian ekonomi kea rah yang lebih sehat dan berkesinambungan. Apalagi laku inflasi 2015 diperkirakan cukup rendah berada di bawah 3%.

Inflasi yang rendah didukung oleh inflasi volatile food yang rendah, administered prices yang mengalami deflasi, dan inflasi inti yang terkendali. Inflasi kelompok volatile food tercatat cukup rendah, didukung oleh kecukupan pasokan bahan pangan. Sementara administered prices diperkirakan mengalami deflasi, seiring dengan menurunnya harga energi dunia di tengah reformasi subsidi.

Di sisi lain, inflasi inti tetap terkendali, didukung oleh ekspektasi yang terjaga, dampakpassthrough pelemahaan nilai tukar yang terbatas dan  tekanan permintaan yang relatif lemah. Hal ini tidak terlepas dari peran kebijakan BI dalam mengelola permintaan domestik, menjaga stabilitas nilai tukar, dan mengarahkan ekspektasi inflasi, serta semakin baiknya koordinasi kebijakan pengendalian inflasi antara BI dan Pemerintah.

Pada November 2015,  Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi sebesar 0,21% (mtm). Inflasi ini disumbang oleh seluruh komponennya. Dengan demikian, inflasi IHK sejak Januari sampai November 2015 tercatat sebesar 2,37% (ytd) atau mencapai 4,89% (yoy).

Ke depan, inflasi diperkirakan akan berada pada sasaran inflasi 2016, yaitu 4 ± 1%. Namun, risiko inflasi perlu terus diwaspadai, terutama terkait penyesuaian administered prices, sehingga lagi-lagi diperlukan penguatan koordinasi kebijakan BI dan Pemerintah yang lebih solid dalam pengendalian inflasi.

Stabilitas sistem keuangan (SSK) tetap solid, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko-risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga. Per Oktober 2015 lalu, rasio kecukupan modal (CAR) masih kuat, jauh di atas ketentuan minimum 8%, yaitu sebesar 20,8%. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL) tetap rendah dan berada di kisaran 2,7% (gross) atau 1,4% (net).

Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 10,4% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya, sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi (prosiklikalitas). Sementara itu, pertumbuhan DPK pada Oktober 2015 tercatat 9,0% (yoy).

Maka dari itu, sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan dampak pelonggaran kebijakan makroprudensial, serta penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer oleh BI, pertumbuhan  kredit  diperkirakan  akan terus meningkat menjadi   12-14% pada 2016. Bahkan bias jadi melampaui perkiraan tersebut jika pelaksanaan pembangunan proyek-proyek strategis oleh pemerintah berjalan optimal.

Itulah sejumlah pertanda bahwa otoritas moneter ke depan cenderung makin akomodatif dalam menelurkan kebijakan moneter melalui jalur suku bunga (BI Rate) dan jalur makroprudensialnya yang ditujukan untuk memperkuat stabilitas ekonomi seraya mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. (*)