DEFINISI IJTIHAD
Secara etimologis (istilah bahasa) ijtihad berarti mengerahkan
energi untuk menyatakan suatu perkara tertentu baik itu bersifat materi atau
maknawi.
بذل الجهد لاستنباط واستخراج
الأحكام الشرعية الفرعية من
أدلتها التفصيلية
Secara istilah fiqih Islam ijtihad adalah
(a) mengerahkan upaya serius untuk melakukana pengambilan
hukum syariah dari dalil-dalil syariah.; atau
(b) Upaya yang sungguh-sungguh untuk mengusahakan produk
hukum syariah baik yang aqliyah atau naqliyah berdasarkan sumber-sumber yang
sudah tetap seperti Al Quran, hadits, ijmak, qiyas dan lain-lain.
DALIL DASAR IJTIHAD
1. QS An-Nahl 16:43 dan Al-Anbiya' 21:7
فَاسْأَلُوا
أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا
تَعْلَمُونَ
Artinya: .. maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui
3. Hadits muttafaq alaih (Bukhari Muslim) dan Ahmad
إذا حكم الحاكم فاجتهد
فأصاب فله أجران، وإذا
حكم فاجتهد ثم أخطأ
فله أجر
Artinya: Apabila seorang hakim membuat keputusan apabila dia
berijtihad dan benar maka dia mendapat dua pahala apabila salah maka ia
mendapat satu pahala.
4. Hadits riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi
ولما بعث النبي معاذ
بن جبل إلى اليمن
قاضيا، قال له: (كيف
تقضي إذا عرض لك
قضاء؟) قال: أقضي بكتاب
الله تعالى، قال: فإن
لم تجد ؟ قال:
فبسنة رسول الله صلى
الله عليه وسلم، قال:
فإن لم تجد؟ قال:
أجتهد رأيي ولا آلو،
قال معاذ: فضرب رسول
الله صلى الله عليه
وسلم في صدري وقال:
الحمد لله الذي وفق
رسول رسول الله لما
يرضي رسول الله
Artinya: Ketika Nabi mengutus Sahabat Muadz bin Jabal ke
Yaman sebagai hakim Nabi bertanya: Bagaimana cara kamu menghukumi suatu masalah
hukum? Muadz menjawab: Saya akan putuskan dengan Quran. Nabi bertanya: Apabila
tidak kamu temukan dalam Quran? Muadz menjawab: Dengan sunnah Rasulullah. Nabi
bertanya: Kalau tidak kamu temukan? Muadz menjawab: Saya akan berijtihad dengan
pendapat saya dan tidak akan melihat ke lainnya. Muadz berkata: Lalu Nabi
memukul dadaku dan bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah memberi
pertolongan pada utusannya Rasulullah karena Nabi menyukai sikap Muadz.
HUKUM IJTIHAD
Hukum ijtihad adalah wajib bagi yang mampu dan memenuhi
syarat untuk melakukannya. Adapun ijtihad adalah proses pengambilan hukum
(istinbat al-hukm) yang harus dilakukan dengan hati-hati oleh ahli di
bidangnya.
BIDANG IJTIHAD
Bidang yang dapat diijtihadi adalah hukum syariah praktis
yang tidak terdapat hukum yang pasti dalam Quran dan hadits. Sedangkan masalah
yang pasti tidak berada dalam domain ijtihad seperti wajibnya shalat dan jumlah
rakaatnya. Dan perkara yang diharamkan yang sudah tetap berdasarkan dalil yang
pasti seperti haramnya riba dan membunuh tanpa hak.
MENGAPA HARUS ADA IJTIHAD
Sebagaimana diakui oleh Nabi dalam hadits Mua'ad bin Jabal
di atas, bahwa ada kemungkinan Quran dan hadits tidak menyebut secara langsung
sejumlah kasus hukum dan solusinya. Dalam konteks ini maka pintu ijtihad
terbuka bagi mereka yang memiliki pemahaman ilmu agama yang diperlukan.
Tujuannya: untuk memberi solusi hukum bagi masyarakat Islam di setiap zaman dan
generasi yang berbeda.
SYARAT-SYARAT IJTIHAD & ORANG YANG DAPAT MENJADI
MUJTAHID
Para ulama sepakat bahwa ijtihad boleh dilakukan oleh
ahlinya yang memenuhi persyaratan keilmuan seorang mujtahid. Beberapa
persyaratan keilmuan seorang mujtahid yang tersebut dalam kitab-kitab ushul
adalah sebagai berikut:
1. Islam, berakal sehat, dewasa (baligh).
2. Menguasai nash (teks) Al-Quran yang berkaitan dengan
hukum yang sering disebut ayat ahkam. Jumlahnya sekitar 500 ayat.
3. Mengetahui hadits-hadits yang terkait dengan hukum .
4. Mengetahui masalah hukum yang sudah menjadi ijmak
(kesepakatan) ulama dan yang masih terjadi khilaf/ikhtilaf (perbedaan) di antara
fuqoha (ulama fiqih). Tujuannya agar tidak mengeluarkan fatwa yang bertentangan
dengan ijmak atau mengaku ijmak pada hukum yang bukan ijmak atau mengeluarkan
pendapat baru yang belum terjadi.
5. Mengetahui qiyas karena qiyah adalah rujukan ijtihad dan
awal dari pendapat. Dari qiyas muncul produk hukum. Orang yang tidak mengetahui
qiyas tidak memungkinkan melakukan pengambilan hukum (instinbt al-hukmi).
6. Harus menguasai bahasa Arab dan konteks pembicaraannya
sehingga dapat membedakan antara hukum-hukum yang pemahamannya harus merujuk
pada bahasa, seperti kalam sharih (teks eksplisit) dan teks faktual (dzahirul
kalam), ringkasan (mujmal) dan detail, umum dan khusus, pengertian hakikat dan
majaz (kiasan).
7. Mengetahui nasikh dan mansukh baik yang terdapat dalam
Quran maupun hadits sehingg tidak membuat produk hukum berdasar pada nash
(teks) yang sudah dimansukh.
8. Mengetahui keadaan perawi hadits dalam segi kekuatan dan
kelemahannya. Membedakan hadits sahih dari yang dhaif atau maudhu', yang maqbul
(diterima) dari yang mardud (tertolak).
9. Memiliki kecerdasan dan kemampuan dalam bidang
pengembilan hukum yang dihasilkan dari pembelajaran dan pendalaman dalam
masalah dan studi hukum syariah.
10. Adil. Dalam arti bukan fasiq. Fasiq adalah orang yang
pernah melakukan dosa besar atau terus-menerus melakukan dosa kecil.
Syarat-syarat keilmuan di atas tidak harus dikuasai secara
sangat mendalam. Yang terpenting adalah memiliki pemahaman yang baik (tingkat
menengah) pada ilmu-ilmu di atas.
Sebagian ulama juga mensyaratkan penguasaan pada ilmu mantiq
dan ilmu kalam. Namun, sebagian besar ulama tidak mensyaratkannya.
BENTUK PENYEBARAN IJTIHAD
Seorang ulama yang ahli di bidang hukum fiqih (syariah)
memiliki beberapa cara untuk mengeluarkan dan menyebarkan hasil ijtihadnya
sebagai berikut:
1. Fatwa. Menerbitkan fatwa sudah menjadi tradisi yang
dilakukan sejak zaman Sahabat. Yang paling terkenal seperti Muadz bin Jabal,
Umar bin Khatab, Zaid bin Tsabit. Pada saat ini, pemberian fatwa dilakukan
dengan beberapa cara mulai dari peneribitan majalah dan internet yang kemudian
dibukukan.
2. Studi kajian dan pembahasan mendalam pada tingkat master
atau doktoral di universitas. Seperti Kitabuz Zakah karya Yusuf Qardhawi yang
merupakan disertasi doktoralnya dari Al-Azhar.
3. Kodifikasi hukum untuk bidang-bidang tertentu. Ini biasa
dilakukan oleh para ahli hukum fiqih yang juga menjadi pejabat pengadilan agama
di negara masing-masing. Di Indonesia contohnya seperti UU Perkawinan No 01
tahun 1974 dan KHI atau Kodifikasi Hukum Islam.
CARA ISTINBAT (PENGAMBILAN) HUKUM DARI QURAN HADITS
Seseorang yang memiliki keahlian di bidang agama dapat
mengambil keputusan hukum (intibat al-hukm) langsung berdasarkan Quran dan
Hadits asal memenuhi syarat-syaratnya seperti tersebut dalam syarat-syarat
ijtihad.
Seorang muslim yang hanya mengetahui ayat Quran dan hadits
Nabi belum dapat menjadi mujtahid atau mengambil hukum langsung dari kedua
sumber utama Islam itu kecuali apabila memiliki ilmu-ilmu tambahan yang
diperlukan untuk melakukan istinbat hukum.
KITAB RUJUKAN IJTIHAD
Beberapa kitab di bawah dapat dijadikan rujukan dan bacaan
lanjutan untuk soal ijtihad ini:
Ulama madzhab Syafi'i
- Az-Zarkasyi dalam Al-Bahrul Muhith
- Al-Ghazali dalam Al-Mustasyfa
- As-Subki dalam Jam'ul Jawamik Syarhul Mahalli.
- At-Taftazani dalam At-Tawsyih.
Ulama madzhab Hanafi
- Al-Jassas dalam Al-Fushul fil Ushul
- Abdul Aziz Al-Bukhari dalam Kashful Amrar
- Ibnu Amir Al-Haj dalam At-Taqrir wat Tahbir
Ulama madzhab Maliki
- Ibnu Farhun dalam Tabshiratul Hukkam
- Al-Mardawi dalam Al-Inshaf
- Al-Futuhi dalam Syarhul Kaukab
No comments:
Post a Comment